Wednesday, October 03, 2007

Panduan I'tikaf

Artikel | Tatsqif
Selasa, 02 Oktober 2007
Panduan I'tikaf

PKS-Jaksel: I'tikaf merupakan salah satu ibadah penting di bulan Ramadhan.
Secara harfiah, i'tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan
sesuatu yang baik. Dengan demikian, i'tikaf adalah tinggal atau menetap di
dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Alah SWT.



Penggunaan kata i'tikaf di dalam al Qur'an terdapat pada firman Allah SWT:
"Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (QS Al
Baqarah 2:187)

Di luar bulan Ramadhan, seorang muslim bisa beri'tikaf di masjid kapan
saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah
SAW, i'tikaf bisa dilakukan selama sepuluh hari terakhir.

Di antara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat
dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah
i'tikaf. I'tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif
bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya
dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.

Hukum I'tikaf
Para ulama telah berijma' bahwa i'tikaf khususnya 10 hari terakhir pada
bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan.
Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10
hari. Aisyah, Ibnu mar dan Anas ra meriwayatkan: "Rasulullah SAW selalu
beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya
beliau beri'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para sahabat
dan istri Rasulullah SAW senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung
ini. Imam Ahmad berkata: "Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari
ulama yang mengatakan bahwa i'tikaf itu bukan sunnah."

Keutamaan dan Tujuan I'tikaf
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad, "Tahukah Anda hadits yang
menunjukkan keutamaan i'tikaf?" Ahmad menjawab,"Tidak, kecuali hadits yang
lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah i'tikaf itu sendiri
sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya bahwa
Rasulullah, para sahabat, para istri Rasulullah SAW dan para ulama
salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini.

I'tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi
semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub kepada Allah pada waktu
yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari rutinitas
kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq
(Pencipta). Bermunajat sambil berdoa dan beristighfar kepada-Nya sehingga
saat kembali lagi dalam aktifitas keseharian dapat dijalani secara lebih
berkualitas dan berarti.

Ibnu Qoyyim berkata, "I'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati
beri'tikaf dan bersimpuh di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta
memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi
sepenuhnya kepada Allah."

Macam-macam I'tikaf
It'ikaf yang disyariatkan ada dua macam:
1. I'tikaf sunnah, yaitu it'ikaf yang dilakukan secara sukarela,
semata-mata untuk bertaqorrub kepada Allah seperti i'tikaf 10 hari
terakhir pada bulan Ramadhan
2. I'tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti
ucapan seseorang "kalau Allah ta'ala menyembuhkan penyakitku ini, maka aku
akan beri'tikaf di masjid selama tiga hari", maka i'tikaf tiga hari itu
menjadi wajib hukumnya.

Waktu I'tikaf
Untuk i'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan,
sedangkan i'tikaf sunnah tidak ada btasan waktu tertentu. Kapan saja, pada
malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat, minimal
dalam madzhab Hanafi: sekejap tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam
diri dengan niat. Atau dalam madzhab Syafii: sesaat atau sejenak (yang
penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab Hambali, satu jam
saja.

Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu i'tikaf yang paling
afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana dipraktekkan langsung oleh
Baginda Nabi SAW yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Tempat I'tikaf
Ahli fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan untuk
i'tikaf. Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa i'tikaf harus dilakukan
di masjid yang selalu digunakan untuk berjama'ah, sedangkan Malik dan
Syafii berpendapat bahwa i'tikaf boleh dilakukan di masjid manapun baik
yang digunakan untuk sholat berjamaah ataupun tidak.

Sedangkan pengikut syafiiyah berpendapat bahwa sebaiknya i'tikaf itu
dilakukan di masjid jami' yang biasa digunakan untuk sholat jum'at, agar
ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan sholat jum'at, dan lebih
afdhol lagi bila i'tikaf itu dilaksanakan di salah satu dari tiga masjid,
masjid Al Haram, masjid Nabawi atau masjid Al Aqsho. (lihat: Al Mughni
4/462, Fiqh Sunnah 1/402)

Syarat-syarat I'tikaf
Orang yang i'tikaf harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Muslim
2. Berakal
3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh karena itu i'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir, anak yang
belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.

Rukun I'tikaf
1. Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada
niatnya.
2. Berdiam di masjid (QS Al Baqarah:187)

Awal dan Akhir I'tikaf
Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dengan beri'tikaf selama 10 hari
terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya dimulai sebelum terbenam matahari
malam ke-21 sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang ingin
i'tikaf dengan aku, hendaklah ia i'tikaf pada 10 hari terakhir"

Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya yaitu setelah terbenam matahari
pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama
mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan
dilaksanakannya sholat ied.

Hal-hal yang Disunnahkan di Saat I'tikaf
Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk memperbanyak ibadah dan
taqorrub kepada Allah SWT, sepeti sholat sunnah, membaca Al Qur'an,
tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, doa
dan sebagainya.

Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdhah.
Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktifitas
ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.

Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari
orang-orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum i'tikaf bisa
dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para
peserta i'tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela
serta menjalani kehidupan sesudah i'tikaf secara lebih baik sebagaimana
yang ditentukan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Hal-hal yang Diperbolehkan
Orang yang beri'tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk
menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang
diperbolehkan.
1. Keluar dari tempat i'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah ra (HR. Bukhari
Muslim)
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari
kotoran dan bau badan
3. Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air
besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan
segala seusatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus
segera kemabli setelah menyelesaikan keperluannya.
4. Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan
kebersihan masjid.

Hal-hal yang Membatalkan I'tikaf
1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar,
karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu ruku i'tikaf
yaitu berdiam di masjid. Bila seseorang keluar dari masjid, maka begitu ia
hendak melanjutkan i'tikaf lagi, ia harus memulai niat baru lagi ketika
masuk masjid lagi.
2. Murtad (keluar dari agama Islam)
3. Hilang akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Bersetubuh dengan istri, tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat) tidak
apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri-istrinya
7. Pergi sholat Jum'at (bagi mereka yang memperbolehkan i'tikaf di
musholla yang tidak dipakai sholat Jum'at).

Sumber: Panduan Ramadhan DPW PKS DKI Jakarta

No comments: